Pengertian Negara
Secara
historis pengertian negara berkembang sesuai dengan kondisi masyarakat pada
saat itu. Pada zaman yunani kuno para ahli filsafat negara merumuskan
pengertian negara secara beragam. Aristoteles (384-522 SM) merumuskan negara
dalam bulu politica yang disebut negara polis, yang saat itu masih dipahami
dalam suatu wilayah terkecil.
Dalam
pengertian negara disebut negara hukum yan didalamnya terdapat suatu warga
negara yang ikut dalam permusyawaratan (ecclesia), oleh karena itu Aristoteles
mengartikan keadilan merupakan syarat mutlak bagi terselenggaranya negara yang
baik demi terwujudnya cita-cita seluruh warga negaranya.
Pengertian yang lain mengenai negara dikembangkan oleh Agustinus, yang merupakan tokoh katolik. Ia membaginya dalam dua pengertian, yaitu Civitas dei yang artinya negara Tuhan, dan civitas terrena atau civitas dei yang artinya negara duniawi, Civitas terrena ini ditolak oleh Agustinus, sedangkan yang dianggap baik adalah negara Tuhan atau civitas Dei, negara tuhan bukanlah dari negara dunia lain, melainkan juwa yang dimiliki oleh sebagian-sebagian atau beberapa orang di dunia ini untuk mencapainya. Adapun yang melaksanakan negara adalah gereja yang mewakili Tuhan, meskipun demikian bukan berarti apa yang diluar gereja itu terasing sama sekali dari civitas dei (Kusnardi), beberapa dengan konsep negara menurut kedua tokoh pemikir negara tersebut, Nocolli Machlavell (1469-1527) yang merumuskan negara sebagai negara kekuasaan dalam bukunya “II Principle” yang dahulu merupakan buku referensi dalam raja. Machlavelly memandang negara dari sudut kenyataan bahwa dalam suatu negara harus ada suatu kekuasaan yang harus dimiliki oleh suatu orang pemimpin negara atau raja, raja sebagai pemegang kekuasaan suatu negara tidak mungkin hanya mengandalkan suatu kekuasaan hanya pada satu moralitas atau kesusilaan, kekacauan yang timbul dalam suatu negara karena lemahnya suatu kekuasaan negara. Bahkan yang lebih terkenal lagi ajaran Machlavelly tentang tujuan yang dapat menghalalkan segala cara akibat ajaran inilah munculah berbagai praktek pelaksanaan kekuasaan negara yang otoriter, yang jauh dari nilai-nilai moral, teori machlavelly mendapat tantangan dan reaksi yang kuat dari filsuf lain seperti Thomas Habes (1958-1679). John Locke (1652-1704), dan Rouseau(1712-1788). Mereka mengartikan negara sebagai suatu badan atau organisasi hasil dari perjanjian masyarakat secara bersama, menurut mereka manusia yang dilahirkan telah membawa hak asasi seperti hak untuk hidup, untuk memilih, serta hak kemerdekaan dalam keadaan naturalis terbentuknya negara hak-hak itu akan dapat dilanggar yang konsekuensi terjadi pembentukan kepentingan yang berkaitan dengan hak-hak masyarakat tersebut, menurut hobbes dalam keadaan naturalis sebuah terbentuknya suatu negara akan terjadi homoni lupus yaitu manusia menjadi serigala bagi manusia lain yang menimbulkan perang sementara yang disebut belum ominum Contrk Omnes dan hukum yang berlaku adalah hukum rimba.
Bentuk ini pengertian negara yang dikemukakan oleh beberapa tokoh antara lain :
a. Roger H,
Mengemukakan bahwa negara adalah sebagai alat
argency atau wewenang louthority yang mengatur atau mengendalikan
persoalan-persoalan bersama atau nama masyarakat (Soltau, 1961)
b.Harold J,Lasky
menerangkan bahwa negara merupakan suatu masyarakat
yang diantar generasikan karena memiliki wewenang yang bersifat memaksa dan
yang secara syah lebih agung dari pada individu atau kelompok. Masyarakat
merupakan suatu negara manakala cara hidup yang harus ditaati baik oleh
individu atau kelompok – kelompok ditentukan oleh wewenang yang bersifat
memaksa dan mengikat (Lasky, 1947)
c. Max Weber,
Negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai
monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah
(Weber, 1958).
Tujuan Negara
a. Menyelenggarakan ketertiban hukum
b. Memperluas kekuasaan
c. Mencari kesejahteraan hukum
Beberapa pendapat para ahli mengenai tujuan sebuah negara
a. Plato
Tujuan negara adalah memajukan kesusilaan manusia
sebagai perseorangan (Individu) atau sebagai makhluk sosial.
b. Ibnu Arabi
Tujuan negara adalah agar manusia dapat menjalankan
kehidupan baik jauh dari sengketa atau perselisihan
c. Ibnu Khaldun
Tujuan negara adalah untuk mengusahakan kemaslahatan
agama dan dunia yang bermuara pada kepentingan akhirat.
Bentuk-bentuk Negara
Negara terbagi kedalam dua bentuk yaitu negara kesatuan(Uniterianisme) dan negara serikat(Federasi).
a.Negara kesatuan
Bentuk suatu negara yang merdeka yang berdaulat
dengan satu pemerintah pusat yang berkuasa dan mengatur seluruh daerah. Namun
dalam pelaksanaannya negara kesatuan ini terbagi ke dalam dua macam yaitu :
Sentral dan Otonomi, sistem yang langsung dipimpin
oleh pemerintahan pusat model pemerintahan orde baru di bawah pimpinan presiden
Soeharto. Didesentralisan adalah kepada daerah diberikan kesempatan dan
kewenangan untuk mengurus urusan di wilayahnya sendiri, sistem itu dikenal
sebagai Otonomi daerah ata swantara.
b. Negara serikat
Negara serikat atau pederasi merupakan bentuk negara
gabungan yang terdiri dari beberapa negara bagian dari sebuah negara serikat.
Pelaksanaan dan mekanisme pemilihannya, bentuk negara dapat di golongkan ke-3
kelompok yaitu monarki, Oligarti dan Demokrasi.
a. Monarki, model pemerintahan yang dipakai oleh Raja atau Ratu.
b. Oligarti, pemerintahan yang dijalankan oleh
beberapa orang yang berkuasa dari golongan atau kelompok tertentu.
c. Demokrasi, bentuk pemerintahan yang bersandar
kepada kedaulatan rakyat atau mendasarkan kekuasaaannya pada pilihan kehendak
rakyat melalui mekanisme pemilihan umum (Pemilu).
Pengertian Kewarganegaraan
Warga negara dapat
diartikan dengan orang-orang sebagai bagian dari suatu penduduk yang menjadi
unsur negara. Istilah warga negara lebih sesuai dengan kedudukannya sebagai
orang merdeka dibandingkan dengan istilah hamba atau kawula negara, karena
warga negara mengandung arti peserta dari suatu persekutuan yang didirikan dari
kekuatan bersama. Untuk itu setuiap warga negara mempunyai persamaan hak
didepan hukum, kepastian hak, pripasi dan tanggungjawab.
Dalam konteks indonesia istilah warga negara (Sesuai dengan pasal 26) dimaksudkan untuk bangsa indonesia asli dan bangsa lain yang di syahkan UU sebagai warga negara. Selain itu menurut pasal UU 1 No.22/1958 dinyatakan bahwa warga negara Republik Indonesia adalah orang-orang yang berdasarkan perundang-undangan dan perjanjian-perjanjian yang berlaku sejak proklamasi 17/08/1945.
Hak dan Kewajiban Warga Negara
Dalam pengertian warga negara secara umum dinyatakan bahwa warga negara merupakan anggota negara yang mempunyai kedudukan khusus terhadap negaranya. Ia mempunyai hak dan kewajibannya yang bersifat timbal balik terhadap negaranya.
Dalam konteks Indonesia hak warga Indonesia terhadap negaranya telah diatur dalam UUD 1945 dan berbagai peraturan lainnya yang merupakan derivasi dari UUD 1945.
Contoh Hak Dan Kewajiban WNI
Setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama satu sama lain tanpa terkecuali, persamaan antara sesama manusia selalu dijunjung tinggi untuk menghindari berbagai kecemburuan sosial yang dapat memicu berbagai permasalahan dikemudian hari.
a. Contoh Hak Warga Negara Indonesia
Setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan
hukum, dan setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghu=idupan yang
layak.
b. Contoh
Kewajiban WNI
Setiap warga negara Indonesia memiliki kewajiban
untuk berperan serta dalam membela, mempertahankan kedaulatan negara Indonesia
dari serangan musuh dan setiap warga negara wajib membayar pajak dan retribusi
yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah (Pemda).
Hubungan Negara dan Warga Negara
Hubungan negara dan warga negara ibarat ikan dan airnya, keduanya memiliki hubungan timbal balik yang sangat erat. Negara Indonesia sesuai dengan institusi, misal, berkewajiban untuk menjamin dan melindungi seluruh warganya, tanpa kecuali. Secara jelas dalam UUD Pasal 33. Misal, disebtkan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara (ayat 1) negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan, (ayat 2) negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
0 komentar:
Posting Komentar